Ini topik menarik yang sedang aku baca lebih dari 8 jam sejak pagi dari berbagai macam sumber, maklum ada sebuah artikel yang sedang aku tulis untuk koran lokal setempat dan setoran untuk artikel web site komunitas migas. Driven-nya sih sebenarnya berawal dari "nature call" kegemasan aku atas kejadian tumpahan minyak berat di perairan Balikpapan yang kejadiannya sudah lebih dari 2 minggu yang lalu, tapi beneran kok aku emang sudah agak lama tidak melakukan pengkajian, lebih spesifik lagi mempelajari ilmu baru.
Kesimpulan mandul dari beberapa sumber bacaan, salah satunya IMO, water ballast dari shipping tanker itu bisa acceptable, asal...Nah ini ada persyaratan tentunya. Alam perairan dengan segala kemampuan dan isinya itu punya keterbatasan! Artinya meskipun air laut mendominasi wilayah bumi, ada bagian tertentu yang memang mampu menerima pollutant ada bagian lain yang tidak mampu, makanya ada ambang batas. Mengapa ada yang mampu? Ternyata yang mampu ini adalah "raja" yang sengaja "dikorbankan". Tentunya ini dibuat dengan naif oleh manusia, meski dalih memakai alasan hasil konvensi, hasilnya tetap berupa nilai, ya jadinya dihargai sebagai suatu ambang batas. Siapa yang tahu perubahan sedikit saja dari suatu habitat? Manusia kemudian meng-amini kaidah "teknologi" sebagai obat penawar suatu perubahan.
Hanya Tuhan Sang Maha Tahu. Aku tertegun menemukan kalimat ini dari cara pandangku yang merupakan iterasi turunan dari referensi itu.
Sejenak aku berfikir atas perjalanan hidupku sampai detik ini. Aku menyayangi Ms. Izaku sampai kapanpun dan aku sudah lama menemukan kesimpulan bahwa aku butuh dia. Aku tulis sekali lagi corat coret di atas kertas alasan mengapa aku butuh dia, dan mengapa aku menomor dua-kan atau menomor sekian-kan yang lain? Mau tahu berapa alasan yang aku tulis?
Hanya Tuhan Sang Maha Tahu. Aku sadar penuh dengan keterbatasan-keterbatasan dan aku sangat bangga mencintai Ms. Izaku. Maafkan aku. Aku akan terus berjalan, tidak berpaling, tetap ingin menemuimu. Sekali lagi, maafkan aku karena saat ini sering tidak menemanimu. Apakah aku naif? Hanya Tuhan Sang Maha Tahu...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment